Minggu, 16 Desember 2012

MARAHNYA ORANG SABAR


Saya mesti mengacungkan jempol 4 jari, saya juga tidak punya kosakata yang pas untuk mewakili isi hati ini. Memang harus saya akui bahwa apa yang telah dilakukan oleh paklik wahyudi luar biasa. Suami dari bulik lilik adik bungsu ibuku telah menunjukkan keiklasan hatinya secara nyata, tampa ia bermaksud untuk mendapatkan kembaliannya berupa apapaun jua, dari siapapun itu. Sepertinya hanya balasan terbaik dari tuhan saja yang pantas ia dapatkan.

Penilaian ini rasanya pas, tidak berlebihan. Karena pemahaman saya dari awal ibu akan menyusul saya kejember bersama bulik, tentunya disitu paklik di ikut mendampingi. Sebagai orang laki –laki yang menjadi “imam” didalam perjalanan. Mobil CRV milik paklik tersebut akan berisi wak markolah sebagai supir, paklik di duduk didepan, ibu dan bulik ada ditengah. Mustofa yang nganter ibu kesurabaya pulang ndak ikut. Ibu nantinya akan pulang bersama saya. Ternyata saya keliru.

Telpon dari paklik pada aufa, anak sulungnya paklik yang kuliah dijember , menyadarkan saya bahwa paklik menempakan saya pada posisi yang sangat penting disisi beliau” aku pingin ketemu mas itak e sik” kalimat dari HP aufa yang sempat saya dengar. 

Beliau datang hanya mo ngater ibu. Beliau sendiri tampa ada bulik, yang ada ibu dan mustofa. Beliau menceritakan bulik tidak bisa ikut. Beliau membelikan kami makan siang, yang memang sebetulnya dari sejak sejam yang lalu sampai mau asar ini perut saya terasa perih karena belum terisi. Beliau membiarkan aufa menikmati rintik – rintik hujan memandu kami menuju rumah sakit, tempat anaknya iim dirawat. Iim adikku ini memang ada dirumah sakit bersama istri dan mertuanya mendampingi ahnaf, anaknya yang sakit. 

Keramahan dan kebaikan yang ditunjukkan lik di telah berulang kali dilakukannya. Salah satunya memberikan suntikan modal usaha yang sangat besar bagi iim dijember. “ im bagaimana kabar usahamu saat ini?” Tanya saya pada iim saat dia cari utangan untuk biaya rumah sakit . “ yaa hanya cukup untuk sehari –hari”jawab iim malas.

Wak markolah supir lik di sulit untuk merasakan kemarahan dari ketua panitia pembangunan masjid as saadah ini. Bahkan mungkin ndak pernah. Saya bisa membuktikan itu. 

Selama perjalanan pulang dari jember ke Surabaya saya dan paklik tidak bisa tidur. Selama itu pula paklik tidak berhenti ngomong. Dia terus ngomong. Saya ndak enak terpaksa meladeni dengan menyampaikan celetukan-celetukan. Sebetulnya ada niatan untuk tidur, karena dikursi tengah hanya saya sendiri. ibu dan mustofa memilih menginap di jember. saya rasa nanti sampai disurabaya saya harus segar, agar ke maduranya lancar ndak ngantuk. Ternyata itu tidak bisa.

Keanehan ini saya sadari pada saat berhenti di probolinggo untuk makan malam. Selagi saya dan lik di menunggu wak markolah menyelesaikan wudhuk,
“dia (wak markolah) matanya tiadak awas kalau malam” bisik lik di pada saya.
Ooo… saya sekarang baru sadar ternyata apa yang dilakukan lik di selama perjalanan untuk menutupi rasa takutnyanya, atau mungkin melampiaskan marahnya pada hal lain, yaitu ngomong ndak berhenti – berhenti. Begini ya marahnya orang sabar pikir saya.

Saya pun merasakan apa yang dirasakan lik di. Wak markolah dalam mengemudikan mobil membuat penumpangnyanya was-was. Mobil mewah sekelas CRV bukan nyaman yang didapat malah dag digduk der sepanjang perjalanan tersebut. 

Selanjutnya setelah tahu isi hati lik di, saya ndak sungkan –sungkan lagi menegor supir tua ini. “ pak , santai , santai ,santai !!!” saya ucapkan saat supir ini sudah mulai menekan gas tampa perhitungan.  

Saya berfikir kalo ketemu lik di, saya merekomendasi untuk tidak menggunakan supir ini lagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar