Cinta enak dibicarakan oleh
siapapun , tampa melihat tingkatan usia dan pendidikan. masing masing orang
punya perspektif berdasarkan pengalaman “bercinta”. Cinta menjadi Kata yang
popular untuk menggambarkan suasana hati, berupa dorongan kuat untuk selalu
memikirkan, memperhatikan dan membuat kesepakatan indah pada apapun,biasanya
lawan jenis.
Euphoria tak pernah padam dari
masa ke masa hanya ada pada cinta. Karya seni yang bertemakan cinta tak
terperikan banyaknya. Bahkan setiap waktu selalu terproduksi. Selalu terserap,
orang tidak pernah bosan menikmati hal – hal yang berbau cinta ini. Tidak
peduli merupakan polesan barang usang, ataupun barang baru hasil kreasi sebuah
kreatifitas.
Peristiwa pernikahan anang dan
ashanty heboh. Disiarkan secara langsung oleh sebuah stasiun tv nasional.
Pemirsa disuguhkan tontotan yang membangkitkan emosi agar apa yang terjadi
berakhir happy ending. Entah apa yang terjadi, kalo sebaliknya. Pemirsa bukan
hanya menikmati tontonan yang menggugah emosi, dari sana ternyata banyak
terinspirasi menjadikannya referensi
“bercinta” oleh para khalayak penikmat cinta.
Kedahsyatan cinta membuat orang
bisa membabi buta, melanggar etika, aturan dan komitmen hidup seseorang. tidak
terkecuali saya. Selaku manusia biasa terpikir untuk mencari pembenar terhadap
apa yang dilakukannya. Dengan harapan pada saatnya nanti ada kendala yang
mempertanyakan atau bahkan menyalakan tindakan yang saya lakukan, ada jawaban
dari saya. Kelebihannya memang saya hanya sebatas “nili’I”. belum pada langkah
kongkrit.
Saya membayangkan rosulullah pada
tahun ke 8 kenabian. Setelah ditinggal wafat oleh siti khotijah. Orang yang
sangat dicintainya, yang telah menemani nabi selama hampir 20 tahun. Kehidupan
nabi dalam kesehariannya ditemani oleh putri – putrinya. Dimana kondisi ini
mengakibatkan nabi selalu teringat, teringat, teringat siti khotijah. Dakwah
nabi menjadi kendor, ndak bergairah.
Analisa tentang kesendirian yang
dialami nabi sebetulnya, usaha untuk mengalihkan pikiran ini dari persoalan “cinta”.
Karena ada banyak hal yang melarang saya untuk terbuka, Menuangkan dalam
tulisan. Saya hanya bisa menyimpannya dalam imajinasi dan berharap mampu untuk
bertahan menjauhi imajinasi itu dalam dunia nyata.
Di tahun 99 ada pengalaman yang
tidak saya lupakan. Selain pertama kali masuk dalam organisasi tingkat
kabupaten, menjadi wakil ketua IPNU cabang bangkalan. Saya juga mendapatkan
skill secara free. Yang sampai saat ini digunakan manfaatnya. Saya belajar
computer secara otodidak disekretariat IPNU pada saat itu. Dan pada saat itu pula
saya harus berbohong pada seseorang.
Inilah hasil dari orang yang
tidak berpengalaman, tidak paham bahwa orang telah mempersiapkan diri dan berharap
bisa. Ternyata tidak bisa. Ya, seperti saya juga sulit sekali untuk membuat
runtut agar bisa dibaca. Hati saya berkata “biarkan begini aja”. Biarlah orang
yang saya bohongi bersedih, dan saya pun bersedih sampai bayangan tersebut
hilang dimakan waktu.
Dihitung hitung mungkin salah
satu keahlian saya memang disini. Bersedih sampai menguap dengan sendirinya.
sudah lima kali pengulangan itu terjadi. Cerita berbedapun endingnya sama
dengan yang sudah sudah. Ndak heran, kalo banyak tulisan yang dicoretkan dalam
lembaran –lembaran pribadi mempertanyakan inisiatif.
“ora mudeng, maumu apa?, ayo
habis –habisan jangan ada kata bercabang!” piker saya. Karena Melampiaskan
sesuatu harus tuntas, biar tidak mengendap. “Berbahaya, bisa menjadi penyakit
ndak ada obatnya lho”.mbak ummi sering mengucapkannya, saat memberi motivasi
pada adik adiknya. Begitupun dalam kesempatan ini, saya berusaha membuka tali
hati yang mengikat otak untuk membuka memory masa lalu.
Itu tidak mudah. Sedari tiga hari
yang tulisan ini dimulai, sejak itu pula saya merasa berat. Karena disini saya
mau membuka siapa saya sebenarnya. Apa sebetulnya yang menjadi dedikasi
melangkah saat ini?. Dan focus pada hati kecil, apa yang sering di bisikkan?.
Tapi sulit. Mungkin perlu dihipnotis kaleeeeeeeeeeeee.
Ya akhirnya saya harus menyadari
kenapa memaksa kepada sesuatu yang tidak mau di buka. Atau kenapa maksa kepada
sesuatu yang bukan ahlinya. Atau lagi kenapa maksa kalo lo memang ndak pernah
punya pengalaman disitu. Pertanyaan terakhir mengapa mesti ditulis. mending
dilakukan dulu baru ditulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar