Minggu, 10 Februari 2013

telat upload, gara- gara sinyal


Saya bukan tim sukses, saya bukan calon yang bersaing, saya bukan pula partisipan. Saya hanya sekedar orang yang punya keinginan bahwa incumbent tidak lagi menjabat, biarpun itu keturunannya. Saya kecewa dengan hasil MK, hasilnya memenangkan pihak termohon, dalam hal ini KPU. Dan yang terkait dalam hal ini nomor urut tiga. MK menolak permohonan pemohon dalam kasus sengketa pilkada ini. 

Menurut sebagian orang keputusan MK tersebut berdasarkan keadilan procedural menafikan keadilan subtantif. Keberadaan pemohon yang bukan legal standing berdasarkan keputusan PTUN ,itu dibenarkan oleh MK. dan dijadikan alasan untuk menolak permohonan pemohon untuk pilkada ulang dibangkalan. Peristiwa terjungkalnya pemohon sebagai salah satu calon diartikan hanya dinamika dalam perpolitikan diindonesia, dan itu sah sah saja. biarpun kesakitan yang dialami pemohon dan pendukungnya menganga, akibat keberpihakan nyata dari wasit yang harusnya jadi penengah, akibat dari Keberpihakan aparatur pemerintah yang seharusnya netral, juga akibat dari keberpihakan  aparat hukum atas pembiaran pada pelanggaran yang dilakukan.

Kenyataan ini memupuskan harapan yang mulai menyemai. Selama ini citra buruk dari lembaga hukum lekat dalam otak setiap orang. Sejak banyak terobosan hukum dilakukan oleh MK, meningkatkan citra MK, sekaligus menumbukan harapan baru bagi masyarakat. Bahkan ketua MK, Mahfud MD digadang-gadang sebagai salah satu calon presiden alternative. Karena keberaniannya, kejujurannya, dan kesederhanaannya. Malah dijawa timur satu lembaga survey menempatkan ketua MK tersebut orang yang bakal dipilih rakyat jawa timur untuk jadi presiden. 

Hanya saja peristiwa hari ini, saya mulai membenarkan analisa tentang mahfud dan kasus pilkada dibangkalan. Bahwa mahfud juga manusia, punya latar belakang, punya keinginan, dan punya ketakutan. Sebagai orang politisi yang pinter hukum tentu harus berpikir politik saat harus berpolitik. Sebagai manusia yang berkeinginan harus mampu mengkalkulasi siapa dan apa yang bisa dijadikan bargain keinginannya terwujud. Hal itu menumbuhkan ketakutan-ketakutan yang harus disingkirkan dengan cara politik. cerita tentang pertemuan mahfud MD dengan tokoh – tokoh bangkalan cerminan dari hal tersebut diatas. Dimana informasi yang disampaikan kepadanya hanya sepihak, biarpun disampaikan oleh lima perwakilan. Karena kelimanya satu kata membela penguasa. Mahfud tidak berusaha mencari informasi pinggiran untuk membaca secara utuh tentang bangkalan pada saat ini.

 sayangnya kita tidak boleh berburuk sangka, karena hal itu akan menggroroti diri kita sendiri, setiap hari bakal dikerumuni kejelekan – kejelakan orang menemani aktifitas sehari-hari kita. Biarpun dalam hati saya berkata “ lobi itu yang dijadikan dasar keputusan hari ini”. 

Bolehlah menjustice bahwa usaha yang dilakukan pemohon kecil, dibanding dengan yang terkait. Berapa banyak uang yang telah dikeluarkan. Itu bisa dilihat dari banyak bermunculan kreatifitas dari orang-orang sekelilingnya untuk menghambarkan nilai-nilai yang terkandung dalam peraturan.  Peraturan yang punya nilai sacral dan wajib dipatuhi dijadikan senjata untuk membumi hanguskan para lawan-lawannya. Uang yang dikeluarkan memang untuk ketidak baikan, memang untuk melanggar, memang untuk kekuasaannya abadi. 

Jalan yang semestinya dijalani oleh orang yang semestinya, menjadi salah, karena patuh pada peraturan. Peraturan itu dibuat berdasarkan satu kepentingan. Manakala kepentingannya sudah tercapai maka peraturan itu menjadi sisa dan sampah. Penggunaan peraturan tidak tepat kalo hanya normative sama persis dengan isi aturan. Penggunaan peraturan harus mengacu pada asbabul nuzulnya, apa kepentingan yang melatar belakangi peraturan itu muncul.

Jangan heran bila banyak pejuang normative hanya gigit jari, melihat kekalahan demi kekalahan selalu menimpa mereka. Cap pecundang nempel didada kiri mereka dengan jelas. Teriakan yang lantang dan membuat hati mau jatuh spesialisasi dari orang –orang ini dalam menjaga nilai indenpedensi, dan pertunjukan keberpihakan pada perjuagan mereka. Usaha yang ada menjadi penghias disalah satu pojok media massa. Ekses yang didapat hanya masuk media. Tujuan utamanya idealisme pada aturan berantakan seperti tuxuci yang ditabrakan ke tebing. Besok dipungut kembali demi ada dinamika.

Kalau pak CT berkata “ saya milih jalan lain, untuk sama-sama mensejahterakan masayarakat, saya ndak ikut adi sasono. Biar dia milih jalannya sendiri, saya pilih jalan sendiri, pokoknya tujuan yang mau dicapai sama”.seperti itulah gambaran orang-orang kita. Idealisme no pragmatis yes. Dalam dunia hukum praktek pragmatisme sudah mendarah daging”ada uang selamat”. Jadi sangat benar bila orang-orang berkeyakinan keadilan hanya milik tuhan, benar bisa kita beli.

Jangan salahkan pula bila terjadi untrush terhadap nilai-nilai kebaikan yang didengungkan. Anggapan orang bahwa symbol pembawa kebaikan adalah tokoh agama. Ucapan, tingkah laku dan cara berpakaiannya cerminan nilai-nilai agama yang dipraktekkan. Masyarakat mencontoh dan bertanya kepada mereka apa yang mesti dilakukan untuk menjadi ummat yang kaffah. Irosnisnya pengkultusan terhadap selain tuhan diprakarsai oleh tokoh-tokoh agama ini. Mereka tutup mata terhadap pelanggaran syariah yang dilakukan pihak terkait, mereka membenarkan apapun yang keluar dari mulut incumbent. Mereka menjadi budak pembenar setiap tindakan kesewenang-wenangan oleh incumbent. Maka jangan heran sejak saat itu nilai-nilai kebaikan hanya dengung. Ndak jelas maksud dan bentuknya. I don’t believe u. 

Orang ndak perduli, orang hanya tahu mereka menang, bukan mereka benar.mereka kejam,tega dan nothink hope in the bangkalan. Dead,s for kebaikan dibangkalan. Kembali pada “lakonah lakonen, kennenggah kennengen” berjalan saja seperti vampire tampa roh, tampa harapan. Apapun yang terjadi sudah merupakan mimpi buruk panjang yang mesti dialami. Karena cara mendapatkannya seperti itu, dalam proses perjalannya pun nanti akan lebih parah dan akan sangat menyakitkan terutama kepada orang-orang yang kalah.

Mungkin perkiraan saya yang bisa mengobati, adalah pemimpin yang diatasnya. Pemimpin yang tidak sama dengan incumbent. Pemimpin yang punya integritas. Pemimpin yang tidak hijau matanya melihat lembaran-lembaran rupiah, pemimpin yang tidak punya hutang pada incumbent dalam bentuk apapun. Yang saya harapkan pemimpin yang berbeda haluan dengan raja kecil bangkalan.

15 januari 2013
miftahzawawi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar