Kehidupan selalu ada masalah, jangan
hidup kalau enggan bertemu masalah. Orang hidup karena masing –masing berlomba
untuk bisa menyelesaikan paling banyak masalah. Semakin banyak dan besar
masalah yang dihadapi akan meningkatkan kwalitas seseorang, juga memperbesar
pengaruh seseorang,bahkan sekaligus mengangkat derajat social seseorang.
Hanya sedikit yang memahami masalah punya
peran penting mengangkat derajat seseorang. kebanyakan membayangkan kehidupan
yang dilalui sama seperti disorga. Tinggal berkeinginan semua bakal datang
dengan sendirinya. masing- masing bergerak hanya sebatas tidak ada lagi yang
dikerjakan. Tidak mau beresiko, berusaha berinisiatif menanam hal –hal yang
produktif. Berakit –rakit kehulu, berenang-renang kemudian.
Tak jarang sesuatu yang sedikit yang
keluar dari pakem menanjadi titik bangkitnya seseorang, dari bergantung menjadi
mandiri. Dari hanya berhayal pembagian warisan menjadi orang yang menyiapkan
warisan buat anak – anaknya. Dari menjadi cecunguk pengikut seseorang berobah mencari
dan mengumpulkan cecunguk untuk menghamba pada dirinya.
Tantangan untuk “bermasalah” muncul dari
dapur dan dari dalam dirinya sendiri. Orang yang didapur merengek menunjukkan
keringkihannya, berusaha membebani langkah kaki menuju yang lebih baik. Manakala
itu sudah dimulai, sudah pasti ada pemberat pundak.
Dari saya melakukan analisa pada hal yang
terjadi didalam diri sendiri, saya menyatakan diri masuk menjadi penghuni dunia ringkih tersebut.
Keinginan keluar merambah dan menikmati banyak pengalaman baru yang diluar
pakem, sepertinya hanya obrolan dibibir saja. Kata orang lips service
saja.
Keberanian yang selama ini didamba akan
hadir menjadi satrio piningit sama halnya dengan satrio piningit itu sendiri,
dimana orang yang ditunggu tunggu ini untuk bisa membebaskan bangsa dari
masalah yang kronis, tidak pernah hadir, tidak pernah muncul bahkan sepertinya
semakin tidak ada harapan untuk bisa hadir memenuhi khayalan yang sudah menjadi
mitos ini.
Abu toyyib dalam kitab taklim berkata”
sesuatu yang diinginkan hanya milik orang-orang yang menginginkan dan kemulyaan
hanya bagi orang-orang yang mulya”, memberikan legitimasi untuk melangkah
mencapai apa yang diinginkan. Disini tidak memberikan batasan , juga tidak ada
pedoman, apalagi keragu-raguan memikirkan kemungkinan yang bakal terjadi.
Alasan selalu muncul menyurutkan langkah,
menjadi pembenar membelokkan arah dari tujuan semula, sampai sesuatu yang prioritas lewat
dikesampingkan. Sesaat suasana terbawa bahwa arah yang berbelok arah yang
benar, tetapi beberapa waktu kemudian itu menjadi salah pada waktu kita sadar
telah berbelok arah, bukan menuju sesuatu yang selama ini kita impikan. Dan
kita masuk dalam suasana penyesalan yang tidak ada putusnya.
Rasanya tak adil bila hanya intropeksi
diri saja tampa juga menganalisa kondisi lingkungan sekitar. Kondisi yang
sering kali membuat kita tidak punya pilihan. Sering kali pilihan tersebut
menabrak logika etika yang selama ini ditanamkan. Sering kali pula apa yang menjadi pilihan tersebut membuat
kita enjoy didalamnya, dengan berbagai efek negative. Dimana dengan sadar kita
melakukannya dengan tujuan agar bisa eksis.
Pertanyaan yang adalah, apakah ada
harapan lingkungan disekitar saya ini akan bisa berubah?. Muncul rasa skeptic
dalam diri saya. Bahkan bisa dikatakan mengharap bintang jatuh, untuk
menggambarkan ketidak percayaan saya pada perobahan itu. Biarpun pikiran
tersebut tidak menyurutkan saya berjuang berusaha menginspirasi orang untuk
berkomitmen dan menjalankan komitmen itu dengan sungguh – sunguh.
Banyak peristiwa yang mendasari saya
berkesimpulan bahwa komitmen adalah satu – satu yang bisa membatasi seseorang.
biarpun pada prakteknya tidak ada yang berani berkomitmen. Rata – rata mencari
aman, terutama dengan hanya berusaha mengalir mengikuti arus dan cenderung
menjadi bunglon. Berubah warna disetiap tempat yang disinggahinya. Orang –
orang bilang “ ini tahun2013.